MINUT - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Utara, Kurniaman Telaumbanua melalui Analis Kekayaan Intelektual Ahli Muda, Ridel Tumbel menjadi narasumber dalam kegiatan Sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) dan Fasilitasi Pendaftaran Kekayaan Intelektual Tahun 2025, Rabu (6/8). Kegiatan yang berlangsung di Hotel The Sentra Maumbi, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara ini diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Utara.
Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Pariwisata Kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Utara, Perwakilan Dewan Kerajinan Nasional Daerah Sulawesi Utara, pelaku UMKM, dan Kelompok Sadar Wisata Kabupaten Minahasa Utara.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Utara membuka sosialisasi ini secara resmi. Dalam sambutannya, ia menekankan urgensi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) sebagai fondasi penting dalam pengembangan ekonomi kreatif. Ia juga menggarisbawahi potensi Sulawesi Utara dalam mengarusutamakan kekayaan intelektual sebagai bagian dari strategi pembangunan daerah.
Narasumber sosialisasi ini terdiri dari Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Utara, Analis Kekayaan Intelektual Ahli Muda, serta perwakilan dari Bank Indonesia.
Analis KI Muda, Ridel Tumbel dalam kesempatan tersebut menjelaskan tiga rezim utama dalam HaKI, yaitu: merek, hak cipta, dan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK). Ridel juga menekankan pentingnya perlindungan merek bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), hak cipta bagi pelaku seni dan kreatif, serta kekayaan intelektual komunal bagi komunitas masyarakat adat dan lokal.
Dalam sesi tanya jawab, peserta diberikan kesempatan untuk berdialog langsung dengan narasumber. Beberapa pertanyaan yang diajukan antara lain mengenai kemungkinan pendaftaran hak cipta motif batik yang terinspirasi dari alam, serta prosedur pendaftaran merek yang memiliki kemiripan dengan merek yang sudah ada.
Ridel menjelaskan bahwa inspirasi dapat berasal dari mana saja, termasuk dari alam, dan karya yang dihasilkan tetap dapat didaftarkan sebagai hak cipta. Namun, motif batik yang telah berkembang secara turun-temurun dalam suatu komunitas tidak dapat didaftarkan secara individual karena termasuk dalam kekayaan intelektual komunal. Terkait pendaftaran merek, disarankan untuk menghindari penggunaan nama yang memiliki kemiripan signifikan dengan merek lain. "Jika kemiripan dimaksud tidak terlalu substansial, maka penambahan unsur pembeda sangat dianjurkan untuk meminimalisir risiko penolakan dalam proses pendaftaran, tetapi sekali lagi, sebaiknya dihindari," jelas Ridel.
Ridel juga mengemukakan harapannya mewakili Kanwil Kemenkum Sulut. "Kami harap Bapak/Ibu dapat memahami secara mendalam konsep dan manfaat dari masing-masing rezim kekayaan intelektual, serta mengimplementasikan perlindungan kekayaan intelektual dalam kegiatan usaha, layanan publik, serta program-program strategis di lingkungan pemerintah daerah dan Dinas Pariwisata kabupaten/kota se-Sulawesi Utara, sehingga upaya perlindungan dan pemanfaatan kekayaan intelektual dapat menjadi bagian integral dari strategi pembangunan daerah yang berkelanjutan dan berbasis potensi lokal," tutupnya.