MANADO - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Utara, Kurniaman Telaumbanua melalui Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Apri Listyanto dan tim Penyuluh Hukum Kanwil menghadiri Kegiatan Sekata (sesi kupas data dan fakta hukum) #4 - Restorative Justice dalam Konsep KUHP yang digagas oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Rabu (23/7).
Kegiatan yang dihadiri secara daring ini mengangkat tema "Restorative Justice Dalam Konsep Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 (KUHP): Penerapan Di Pos Bantuan Hukum Desa/ Kelurahan".
Dalam kegiatan yang dimoderasi oleh Penyuluh Hukum Ahli Madya, Heri Setiawan ini, dibahas penerapan restorative justice di Posbankum Desa/Kelurahan. Narasumber yang diundang terdiri dari Penyuluh Hukum Ahli Utama BPHN, Sofyan, Hakim Yustisial Mahkamah Agung, Riki Perdana dan Praktisi Hukum Albert Aries.
Speaker Pertama, Sofyan, Penyuluh Hukum Ahli Utama pada Badan Pembinaan Hukum Nasional menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebentar lagi akan diberlakukan dan menjadi pekerjaan rumah besar bagi Penyuluh Hukum dan Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya mengenai Restorative Justice (RJ). Pendekatan RJ merupakan suatu inovasi dalam hukum pidana untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang sudah terjadi, seperti Over Capacity di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan banyaknya jumlah perkara di Pengadilan.
Sementara, Speaker kedua yakni Riki Perdana (Hakim Yustisial Mahkamah Agung) menyebutkan bahwa setiap APH memiliki kriteria RJ masing-masing. Oleh karena itu perlu penyamaan konsepsi mengenai RJ ini.
"Perlu diatur dalam BAB IV Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang keterlibatan Penyuluh Hukum, Paralegal, Kepala Desa, Organisasi Bantuan Hukum dalam penyelesaian sengketa melalui RJ agar otorisasi dimasing-masing institusi tidak menjadi dominan sebab sudah banyak mediator non hakim yang dilibatkan," ungkap Riki.
Dan, Speaker ketiga yaitu Albert Aries (Praktisi) menyampaikan bahwa selama ini hanya dikenal Keadilan Korektif (Keadilan bagi Pelaku). Dengan adanya KUHP, diangkat mengenai Keadilan Restoratif yang bertujuan untuk emperbaiki hubungan yang rusak antara pelaku dan korban, serta melibatkan masyarakat dalam proses pemulihan. Masyarakat juga diminta untuk membuat hukum pidana sebagai sarana balas dendam (lex talionis).
Harapannya RJ ini dapat diterapkan dengan adanya Pos Bantuan Hukum (Posbankum) Desa/Kelurahan. Sebab di Posbankum Desa/Kelurahan ada beberapa layanan yakni konsultasi dan informasi hukum, bantuan hukum dan advokasi dan penyelesaian sengketa alternatif.
Kegiatan dilanjutnya dengan sesi tanya jawab. Peserta yang hadir secara langsung dan secara virtual diberikan kesempatan untuk bertanya.